#htmlcaption1 Go UP! Pure Javascript. No jQuery. No flash. #htmlcaption2 Stay Connected

Foto Edisi Agustus 2014












Kemerdekaan, Kado Ulang Tahun Hatta


Kalau pun Sukarno-Hatta tidak dilarikan ke Rengasdengklok, proklamasi kemerdekaan tetap akan terjadi pada 16 Agustus 1945.
JENDERAL Terauchi, panglima angkatan perang Jepang di Asia Tenggara, bertemu dengan Sukarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Vietnam, pada 12 Agustus 1945. Dia menyampaikan keputusan pemerintah Jepang untuk menyerahkan soal kemerdekaan Indonesia kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). (Baca: Radjiman Wedyodiningrat, Peran Sang Dokter Kasunanan)
“Tuan-tuanlah melaksanakannya dan terserah kepada tuan-tuan sepenuhnya menentukan pelaksanaannya,” kata Terauchi.
“Kalau seminggu lagi kami laksanakan apa bisa?” tanya Sukarno.
“Terserah kepada tuan-tuan,” jawab Terauchi.
Hatta gembira luar biasa. Sebab, tanggal 12 Agustus hari ulangtahunnya. “Dalam hati kecilku aku menganggap kemerdekaan Indonesia itu sebagai hadiah jasaku sekian tahun lamanya untuk kemerdekaan Indonesia,” kata Hatta dalam memoarnya, Untuk Negeriku Jilid 3.
Sekembalinya ke Indonesia, mereka mendapatkan ucapan selamat dari Gunseikan (kepala pemerintah militer) Jenderal Yamamoto dan pejabat tinggi Jepang lainnya.
Setelah itu, Sutan Sjahrir, yang telah mengetahui kekalahan Jepang, meminta Sukarno mengumumkan kemerdekaan tanpa melalui badan bentukan Jepang, PPKI. Sukarno menolak karena dia tak mau mengambil kesempatan sendiri tanpa bersama-sama anggota PPKI. Begitu pula ketika Wikana mendesak agar proklamasi dinyatakan malam tanggal 15 Agustus dan menyatakan tidak mau proklamasi dilaksanakan PPKI karena bentukan Jepang. (Baca: Wikana, Lakon dalam Pusaran Revolusi)
Hatta menegaskan, kalau PPKI dianggap buatan Jepang serta Sukarno-Hatta dan pemimpin lain bekerjasama dengan Jepang, carilah orang lain yang belum pernah bekerjasama dengan Jepang untuk memproklamasikan kemerdekaan. “Dan kami akan berdiri di belakang mereka,” kata Hatta. “Tetapi pemuda-pemuda itu maunya Bung Karno juga.”
Sukarno sebagai ketua PPKI dan Hatta sebagai wakilnya memerintahkan Ahmad Soebardjo untuk memanggil semua anggota PPKI yang menginap di Hotel Des Indes untuk rapat pada 16 Agustus 1945 pagi di Gedung Pejambon (sekarang Gedung Pancasila). Semua anggota PPKI pun hadir Gedung Pejambon, sementara Sukarno-Hatta tidak.
“Jadi tidak benar, bahwa rapat itu dilarang oleh Jepang. Hanya waktu itu rapat tidak bisa berjalan karena kami berdua tidak hadir, karena pagi-pagi subuh hari itu kami dibawa ke Rengasdengklok. Dan kalaulah pagi itu kami tidak dibawa dan rapat terus berlangsung tentunya proklamasi itu telah terjadi hari itu (16 Agustus 1945),” kata Hatta dalam Bung Hatta Menjawab. (Baca: Rumah "Penculikan" Sukarno-Hatta di Rengasdengklok)
Somubuco (kepala departemen urusan umum) Mayor Jenderal Nishimura melarang rapat PPKI karena mulai pukul 13.00 tanggal 16 Agustus 1945, Jepang diperintahkan Sekutu untuk menjaga status quo.
Sukarno-Hatta menyatakan dengan agak keras: “Tuan ‘kan orang samurai. Jenderal Terauchi di Dalat telah menyerahkan. Bagaimana dengan sumpah dan janji samurai tuan kepada kami.”
“Ya,” kata Nishimura, “kita berada dalam keadaan yang lain sekarang.”
Sukarno-Hatta bersikeras akan melaksanakan rapat PPKI. Hotel Des Indes tak memberi izin karena sesuai peraturan Jepang sejak awal pendudukan, rapat tidak boleh dilaksanakan lewat pukul 22.00.
Akhirnya, Laksamana Maeda, kepala penghubung Angkatan Laut Jepang yang bersimpati pada perjuangan Indonesia, meminjamkan rumahnya di Jalan Myakodori (dulu Jalan Orange Nassau Boulevard). 21 anggota PPKI dan beberapa pemuda hadir di rumah tersebut. Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo merumuskan proklamasi di rumah yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol No. 1 Menteng Jakarta. Keesokan harinya, tanggal 17 Agustus pukul 10.00, Sukarno membacakan proklamasi di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
(Historia - Hendri F. Isnaeni)

Kisah yangluar biasa,

Kisah Dua Polantas Yang Menghentikan Iring-Iringan Mobil Gubernur NTT - Saya sangat tertarik untuk menuliskan cerita ini begitu membaca headlinenya di Tribunnews.com kemarin. Ceritanya Dua anggota Satlantas Polres Kupang, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite, menghentikan perjalanan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan rombongannya, usai melakukan kunjungan kerja di wilayah Kabupaten Kupang, Kamis (10/12013). Penghentian dilakukan polisi saat gubernur melintasi Jalan Timor Raya di Noelbaki, karena kendaraan yang mengawalnya membunyikan sirene.   

Gubernur NTT dan polantas
Gubernur NTT Frans Lebu Raya menghampiri dan menanyakan kepada anggota Polantas Polres Kupang, alasan menghentikan iringan-iringan kendaraan rombongannya, Kamis (10/1/2013).
Gubernur Frans Lebu Raya pun turun dari mobil dinasnya, lalu menghampiri dan menegur dua anggota Satlantas yang sedang bertugas. "Pak Gubernur turun dari oto (mobil) dan tanya saya. Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT, kenapa kalian tahan? Saya hanya bilang, kami tidak tahan bapak. Kami hentikan kendaraan yang mengawal bapak karena membunyikan sirene, dan itu melanggar aturan. Lalu Pak Gubernur bilang biarkan saya lewat, nanti saya sampaikan ke Kapolda," kata Piet menirukan ucapan gubernur. Hal senada disampaikan Aipda Mess Nite. Menurutnya, sekitar belasan mobil rombongan gubernur yang dihentikan. Bahkan, ada sebagian dari rombongan yang menendang papan rambu lalu lintas yang bertuliskan pemeriksaan kendaraan. Namun, keduanya mengaku prosedur yang dijalankan saat menghentikan kendaraan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009.
Menanggapi kejadian ini, Kapolda NTT Brigjen Ricky Sitohang mengatakan, berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, rombongan gubernur seharusnya dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Menurut Sitohang, itu diatur dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ). Dalam undang-undang itu dijelaskan, pengawalan terhadap kepala daerah seperti gubernur, wali kota, dan bupati, termasuk yang menggunakan konvoi voorijder dilakukan oleh polisi. "Tidak ada aturan Satpol PP kawal gubernur saat menggunakan jalan raya tanpa ada pengawalan polisi. Jangan bikin aturan sendiri, dan jangan salah kaprah terhadap UU.  Seharusnya, rombongan Gubernur NTT dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Satpol PP bisa saja ada, tapi mereka ikut dari belakang," tutur Sitohang.

Kapolda NTT
Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Brigjen Ricky Sitohang
Terhadap polisi yang 'menahan' voorijder sipil, Kapolda Sitohang memberikan apresiasi. "Polisi seharusnya seperti itu. Saat menegakkan aturan, polisi jangan takut karena dia dilindungi UU. Saya senang melihat polisi yang paham dan bertanggung jawab terhadap tupoksinya. Terima kasih kepada polisi yang sudah laksanakan tugasnya itu. Dia sangat luar biasa, dia tahu tupoksi," puji Sitohang. Dalam melaksanakan tugas, jelas Sitohang, polisi harus tegas, namun humanis. "Jangan arogan, jangan menunjukkan kekuasaan. Jalankan aturan perundangan dengan cara yang santun. Polisi jangan membentak-bentak, memaki-maki, apalagi menganiaya. Kalau polisi membiarkan terjadi pelanggaran lalu lintas, maka polisinya sontoloyo," bebernya.
Menyimak cerita ini saya langsung teringat kisah masa dulu saat seorang polantas bernama Brigadir Royadin yang menghentikan dan menilang mobil yang saat itu ditumpangi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Ceritanya pada pertengahan 1960-an itu, Royadin bertugas di pos lantas yang seingatnya kalau tidak di pertigaan depan Stasiun Poncol Semarang, di Simpang Lima, ataupun daerah Jalan MT Haryono. Tiba-tiba Royadin melihat ada mobil melanggar jalan searah. Ia langsung mencegat. Ternyata pengemudinya orang yang sama sekali tidak asing. Royadin tersentak, tapi ia tetap memilih menilang orang besar itu. Sultan HB IX menurut Royadin tidak marah dan memberikan surat-surat kelengkapan yang diminta sesuai peraturan. Berikut nukilan ceritanya yang membuat saya terharu, kagum sekaligus bangga dengan figur seorang pemimpin Yogyakarta.

Ketika Sri Sultan HB IX Ditilang Seorang Polantas
Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.
Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat. “Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.
Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh. “Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.
“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.
Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak. “ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.
“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .
“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.
“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.
Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal. Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.
Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya. Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.
“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.
“ Sekarang aku mau tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya. “ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.
“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.
Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya. Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.
Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.
Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.
“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .
“ Siap pak !” Royadin menjawab datar. “Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.
“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.
“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.
Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan dari Sri Sultan HB IX yang intinya :
“ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.
Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .
“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !”
Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.               
Kalau kita membaca 2 kisah yang berbeda ini yaitu Kisah Dua Polantas Yang Menghentikan Iring-Iringan Mobil Gubernur NTT dan kisah Brigadir Royadin yang menilang Sri Sultan HB IX maka terlihat jelas perbedaan sikap meskipun kedua subyeknya sama-sama Gubernur. Gubernur NTT melalui ucapannya bisa disimpulkan mewakili figur penguasa masa modern dengan segala arogansinya, sedangkan sikap yang dilakukan oleh Sultan HB IX mencerminkan figur seorang pemimpin rakyat yang patut dicontoh dan dikenang sepanjang masa. Dan apa yang di lakukan Brigadir Royadin telah memberi contoh yang harus diteladani. Bagaimana seorang Polisi bersikap dan berani bertindak menegakkan peraturan tanpa kompromi siapa yg melanggar.
 
Sumber:
http://www.tribunnews.com/2013/01/11/dua-polantas-hentikan-iring-iringan-gubernur-ntt#comment/articles/1311342/5
http://jogjakini.wordpress.com/2011/12/09/kisah-nyata-ketika-sri-sultan-hb-ix-terkena-tilang-di-pekalongan/
 

Cara Melacak Android yang Hilang atau Dicuri


JalanTikus.com - Pernahkah kamu kehilangan Smartphone? Entah itu dicuri atau hanya sekedar lupa. Kalau Jaka sendiri sih lebih sering lupa. Nah, sekarang Jaka punya Tips dan Trik untuk kalian guna mencegah atau memang ingin menemukan Smartphone yang telah hilang.
Cara yang Jaka gunakan sekarang TIDAK menggunakan Aplikasi dari pihak ketiga, Jaka hanya menggunakan Layanan dari Google, dan tentunya hal ini lebih akurat dibanding menggunakan Aplikasi lain, yaitu Android Device Manager.
Langkah yang Harus Dilakukan adalah...
  • Pertama, Aktifkan Android Device Manager. Caranya, Cari icon Google Settings di Android kamu, lalu dibagian paling bawah ada Android Device Manager dan Centang pada bagian Allow Remote Lock and Factory Reset seperti gambar dibawah
  • Kedua, Pastikan kalau kamu sudah Sign In di Android kamu menggunakan Akun Google yang Aktif, dan tentunya bisa Login kembali. Jika tidak ada Akun Google yang terhubung, tentunya cara ini tidak akan ada gunanya.
  • Ketiga, Sekarang buka Website www.google.com/android/devicemanager, Kemudian Login menggunakan Akun Google yang sudah dihubungkan dengan Android kamu
  • Keempat, Jika ada popup yang bertuliskan "Allow Android Device Manager to use location data?" kamu klik Accept ya. Jika tidak muncul, langsung ke langkah berikutnya saja.
  • Sekarang, Ucapkan Selamat Datang kepada Android Device Manager
  • Kelima, Untuk melacak Android yang hilang, Kamu klik Icon GPS yang ada di Ponjok kanan popup. Jika kamu lupa mengaktifkan GPS Android kamu tidak akan bisa mendapatkan lokasi. Namun, kamu masih bisa me-resetnya dengan menekan tombol "Hapus", Dengan begini Pengaturan Pabrik akan menyetel GPS untuk menyala, sehingga Android dapat kembali ditemukan.
  • Keenam, Jika berhasil, Maka akan muncul Informasi Lokasi beserta Peta telak dimana Android kamu berada.
  • Ketujuh, Kamu tidak hanya bisa mendapatkan Informasi Lokasi. Demi mencegah kejadian yang tidak diinginkan, Kamu juga dapat mengunci Android dengan Password, serta jika merasa ponsel masih disekitar kamu tapi Android dalam keadaan silent, Kamu bisa menggunakan Fitur Ring / Dering, Dengan begitu Android akan mengeluarkan suara penuh.

Senyum Manis

Bahagia melihat matahari tersipu malu ditutupi oleh awan mendung yang dingin,
disaat ku lewat di depan tempatmu, aku melihatmu
dari jauh, betapa nikmatnya karunia tuhan dan nikmat yang diberikan kepadaku
Melihatmu senyum gembira dan tertawa lepas, itu sudah menjadi sebagian kebahagiaanku
sungguh tak kusangka, aku bisa melihatmu lagi. Meski dari kejauhan
merasakan panel panel yang luar biasa dalam hati. 

Ya Allah, berikanlah hamba kekuatan
untuk menahan ini semuanya, hanya padamulah aku berdoa dan memohon ampun, serta hanya ditanganmulah hidup dan matiku berada. Subahanallah, semoga apa yang aku rasakan bisa ia rasakan, semoga apa yang aku cita-citakan ia bisa merasakannya juga. 

Meskipun aku duduk dalam sepi ini, melihatmu melalui bayang bayang mimpi dan doa. Aku tetap di sini berada di tempat yang kau tau, menunggu dan berdoa selalu agar kau mengerti betapa aku mencintaimu untukku dan untuk Tuhanku :)